SEMARANG 15 Oktober 2010 - Ketika pesawat yang kami tumpangi mendarat di Bandara Ahmad Yani, Kota Semarang, hari telah menjelang malam. Perut kami pun mulai protes meminta untuk diisi. Padahal kami masih masih harus ke hotel Grand Candi untuk check in. Dijemput oleh sepupu kami, kemudian penulis bertanya-tanya, kira-kira lokasi mana yang cocok dijadikan sebagai pilihan untuk BERBURU KULINER serta mengisi perut yang sejak tadi sudah ribut. Sepupu penulis pun menyebutkan satu lokasi, yang menurutnya cocok untuk dijadikan sebagai tempat untuk BERBURU KULINER, yaitu SEMAWIS. Menurut sepupu kami, Semawis adalah merupakan suatu kawasan pecinan yang pada malam hari dijadikan sebagai tempat para penjual kaki lima berjualan aneka jenis kuliner dan jajanan. Hanya saja kami tidak mengetahui dimana tepatnya lokasi kuliner tersebut. Sayangnya pada saat itu penulis tidak membawa laptop dan modem, sehingga tidak dapat searching di internet untuk mencari informasi tentang letak pusat jajanan Semawis ini. Namun sepupu penulis mengatakan bahwa handphonenya bisa mengakses internet. Apalagi katanya ia menggunakan jaringan Telkomsel, yang saat ini dapat membuka aplikasi GOOGLE MAPS, sehingga kita dapat dengan mudah mencari lokasi suatu tempat dengan menggunakan peta Google, layaknya kita mengakses dengan komputer atau laptop. Maka dengan menggunakan handphone-nya kami mencoba mencari alamat Semawis di Google dengan mengetikkan kata pencarian "Semawis + Semarang". Akhirnya diketahui bahwa letak Semawis adalah di Jalan Gang Warung. Kemudian kami buka aplikasi Simpati Google Maps dengan menggunakan fasilitas jaringan Telkomsel Simpati. Dengan Google Maps, maka diperolehlah petunjuk rute menuju ke lokasi Semawis. Kami ikuti panduan tersebut, ternyata kami memang tiba di tempat yang kami cari yaitu Semawis tanpa perlu khawatir tersesat. Sungguh senang, karena dalam sekejap kami sudah tiba di lokasi kuliner. Padahal sebelumnya timbul rasa khawatir, takut kalau tidak dapat menemukan lokasi kuliner yang kami buru ini, padahal badan sudah sangat lelah dan juga lapar. Sungguh luar biasa, saat ini hanya dengan bermodalkan sebuah Handphone dan Kartu Seluler Simpati dari Telkomsel yang dapat mengakses Google Maps, dunia sudah serasa berada digenggaman tangan, tidak perlu peta atau buku panduan ketika kita akan mengunjungi suatu daerah yang baru. Tanpa perlu rasa khawatir akan tersesat, kita sudah dapat menjelajah ke mana saja.
Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan penulis dari pencarian Google, Semawis yang terletak di Gang Warung, yang merupakan suatu kawasan pecinan yang pada malam hari sengaja ditutup bagi kendaraan bermotor. Konon kabarnya Semawis ini sengaja diciptakan oleh solidaritas masyarakat Tionghoa di Semarang untuk tujuan pariwisata. Oleh sebab itu, maka tempat ini dinamakan dengan sebutan "SEMAWIS" yang merupakan singkatan dari "Semarang Untuk Pariwisata". Namun ada yang menyebutkan bahwa kata "Semawis" berasal dari Bahasa Jawa yang artinya adalah "tersedia". Semawis mulai pertama kali dibuka pada tanggal 15 Juli 2005 dan dibuka pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu mulai pukul 18.00 hingga sekitar pukul 23.00
Untuk mencapai Pusat Jajanan Semawis ini jika dari Simpang Lima ambil arah melalui jalan Gajah Mada (dapat melalui Jalan Brigjen DI Panjaitan atau Jalan Pandanaran) dan di perempatan lampu merah Depok (yang ada Toko sepatu Bata) belok ke kanan.
Pusat jajanan Semawis ini terletak di sebuah gang dengan panjang sekitar 350 meter. Pada kedua ujung gang, terdapat sebuah gapura yang menandakan daerah ini sebagai Pecinan Semarang, Semawis. Sepanjang Semawis ini terdapat pedagang kaki lima yang didominasi dengan aneka kuliner baik kuliner khas Tionghoa maupun kuliner khas Semarang dan Jawa Tengah. Makanan yang dijajakan di sini sebagian besar adalah mengandung babi, walaupun bagi pengunjung yang harus memilih masakan halal, juga ada namun harus berhati-hati dalam memilih. Makanan yang dijajakan antara lain: Nasi Campur khas Tionghoa (mengandung babi), sate, gudeg koyor khas Semarang, nasi pindang, nasi soto, nasi ayam, steamboat soup, bubur, bakmi, kwetiau, hingga makanan khas Palembang, Pempek. Selain itu juga tersedia penjual aneka jenis minuman, penjual aksesoris dan pernak-pernik. Pada bagian agak ke dalam, ada suatu panggung kecil tempat orang yang ingin berkaraoke.
Pada kesempatan ini penulis dan rombongan mencoba beberapa jenis kuliner seperti gudeg koyor khas Semarang, nasi pindang dan nasi soto, nasi campur, serta minuman liang teh. Gudeg koyor dengan harga Rp 10.000 per porsi yang terdiri dari gudeg nangka, krecek, opor ayam, telor setengah potong serta koyor (urat sapi). Rasa gudeg yang manis khas Semarang (berbeda dengan gudeg Jogja) menurut penulis cukup lezat juga. Selain itu penulis juga mencicipi Nasi Pindang daging sapi, yang rasanya juga cukup manis. Minuman yang dicoba adalah liang teh yang konon sebagai minuman penurun panas dengan harga Rp 3.000 per gelas. Penulis sangat senang karena dapat mencicipi salah satu makanan favorit penulis yaitu Gudeg Semarang di Semawis ini, yang cita rasanya tidak dapat penulis temukan di Jakarta.
Tak terasa setelah makan dan berkeliling ternyata waktu telah menunjukkan pukul 22.00, sehingga kami sudah harus segera kembali ke hotel untuk beristirahat karena besok harus menghadapi acara yang cukup padat.
Peta lokasi Semawis:
View Larger Map
Video tutorial cara mengakses GOOGLE MAPS menggunakan Telkomsel Simpati:
Gambar Contoh bentuk tampilan Simpati Google Maps (sumber Telkomsel)
Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan penulis dari pencarian Google, Semawis yang terletak di Gang Warung, yang merupakan suatu kawasan pecinan yang pada malam hari sengaja ditutup bagi kendaraan bermotor. Konon kabarnya Semawis ini sengaja diciptakan oleh solidaritas masyarakat Tionghoa di Semarang untuk tujuan pariwisata. Oleh sebab itu, maka tempat ini dinamakan dengan sebutan "SEMAWIS" yang merupakan singkatan dari "Semarang Untuk Pariwisata". Namun ada yang menyebutkan bahwa kata "Semawis" berasal dari Bahasa Jawa yang artinya adalah "tersedia". Semawis mulai pertama kali dibuka pada tanggal 15 Juli 2005 dan dibuka pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu mulai pukul 18.00 hingga sekitar pukul 23.00
Untuk mencapai Pusat Jajanan Semawis ini jika dari Simpang Lima ambil arah melalui jalan Gajah Mada (dapat melalui Jalan Brigjen DI Panjaitan atau Jalan Pandanaran) dan di perempatan lampu merah Depok (yang ada Toko sepatu Bata) belok ke kanan.
Pusat jajanan Semawis ini terletak di sebuah gang dengan panjang sekitar 350 meter. Pada kedua ujung gang, terdapat sebuah gapura yang menandakan daerah ini sebagai Pecinan Semarang, Semawis. Sepanjang Semawis ini terdapat pedagang kaki lima yang didominasi dengan aneka kuliner baik kuliner khas Tionghoa maupun kuliner khas Semarang dan Jawa Tengah. Makanan yang dijajakan di sini sebagian besar adalah mengandung babi, walaupun bagi pengunjung yang harus memilih masakan halal, juga ada namun harus berhati-hati dalam memilih. Makanan yang dijajakan antara lain: Nasi Campur khas Tionghoa (mengandung babi), sate, gudeg koyor khas Semarang, nasi pindang, nasi soto, nasi ayam, steamboat soup, bubur, bakmi, kwetiau, hingga makanan khas Palembang, Pempek. Selain itu juga tersedia penjual aneka jenis minuman, penjual aksesoris dan pernak-pernik. Pada bagian agak ke dalam, ada suatu panggung kecil tempat orang yang ingin berkaraoke.
Pada kesempatan ini penulis dan rombongan mencoba beberapa jenis kuliner seperti gudeg koyor khas Semarang, nasi pindang dan nasi soto, nasi campur, serta minuman liang teh. Gudeg koyor dengan harga Rp 10.000 per porsi yang terdiri dari gudeg nangka, krecek, opor ayam, telor setengah potong serta koyor (urat sapi). Rasa gudeg yang manis khas Semarang (berbeda dengan gudeg Jogja) menurut penulis cukup lezat juga. Selain itu penulis juga mencicipi Nasi Pindang daging sapi, yang rasanya juga cukup manis. Minuman yang dicoba adalah liang teh yang konon sebagai minuman penurun panas dengan harga Rp 3.000 per gelas. Penulis sangat senang karena dapat mencicipi salah satu makanan favorit penulis yaitu Gudeg Semarang di Semawis ini, yang cita rasanya tidak dapat penulis temukan di Jakarta.
Tak terasa setelah makan dan berkeliling ternyata waktu telah menunjukkan pukul 22.00, sehingga kami sudah harus segera kembali ke hotel untuk beristirahat karena besok harus menghadapi acara yang cukup padat.
Peta lokasi Semawis:
View Larger Map